Pemerhati Sosial Ekonomi dan Pembangunan, Oleh IR. H. Syamsuddin Salakea

Pemerhati Sosial Ekonomi dan Pembangunan, Oleh IR. H. Syamsuddin Salakea
Penulis IR H Syamsudin Salakea

OPINI-Pembangunan dengan segala prediksi tantangan – tantangan, peluang – peluang maupun sukses – sukses bagi penciptaan Perencanaan dan pelaksanaan Pembangunan Kabupaten Buol, yang berkesinambungan, perlu analisis dan evaluasi.

Bahwa, berdirinya kabupaten buol berdasarkan U.U. No 51Tahun 1999 Tentang pembentukan kabupaten Buol, Morowali dan Banggai Kepulauan, sekitar 25 tahun yang lalu, diresmikanlah kabupaten Buol pada tanggal 12 Oktober 1999.

Proses kelahiran organisasi Ikatan Keluarga Indonesia Buol ( IKIB ), dimulai dari suasana kebatinan dan keprihatinan sebagian tokoh – tokoh masyarakat Buol di Palu, yang dirasakan pula oleh masyarakat Buol dimana saja berada melihat dan merasakan begitu lamanya suasana kemiskinan, ketertinggalan dan keterisolasian daerah Buol akibat sangat kurangnya tersentuh pembangunan pemerintah sebagaimana mestinya.

Saya selaku kepala Seksi Pembangunan Jalan Dinas PU Provinsi Sulawesi Tengah ( dalam rangka tugas monitoring kondisi jalan Negara, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah ), untuk program – program pembangunannya. Kenyataan kondisi jalan di wilayah Buol, sangatlah memprihatinkan. Hampir – hampir tidak pernah tersentuh pembangunan. Padahal saat itu sementara gencar – gencarnya pelaksanaan Pembangunan Nasional 5 Tahun ( PELITA ) bahkan sudah menjelang berakhirnya tahap ke-IV. Artinya daerah Buol nyaris hampir tidak tersentuh pembangunan program PELITA selama 20 Tahun.

Di Era PELITA-V, pada bulan November 1992, saya bertemu dengan bapak Dr. Ibnu Haryanto ( Adik Ibu Tin Soeharto) di Hotel Palu Golden, dimana rencana beliau ingin berinvestasi Batu Pecah untuk dikirim ke Brunei Darussalam.

Kalau diambil dari Palu, Cost Transportnya tinggi, sehingga saya sarankan memilih kewilayah Buol dimana material batu terdapat mulai dari Sungai Bunobogu sampai batas wilayah Buol di Sungai Umu.

Dengan penjelasan saya terisolirnya wilayah Buol mulai dari Desa Lokodidi sampai Desa Umu batas wilayah Buol ( ±100 km ). Beliau berkomentar, sudah mau masuk PELITA-V maka kami sepakat bahwa dengan strategisnya wilayah Buol rawan dengan inflitrasi baik pengaruh Sosial Politik dan Budaya, Intelejen, Narkoba dan lain – lain, haruslah dibuka keterisolasian anatara lain dibangun Jalan.

Maka saya membuat satu proposal dengan Judul : Perlunya Peningkatan Jalan Ruas Laulalang-Buol ( 105 Km, Nomor Ruas 27 dan Ruas Buol-Umu 140 Km Nomor Ruas 28 ), yang saaat itu di anggap Jalan Provinsi, diserahkan pengelolaannya kepada Kabupaten Buol/Toli-toli.

Pada proposal saya beri keterangan bahwa Ruas-ruas jalan tersebut sebagai Jalan Arteri harusnya menjadi Jalan Negara karena menghubungkan antar Provinsi.

Proposal, saya kirimkan kepada bapak Dr. Ibnu Haryanto yang selanjutnya diteruskan ke BAPPENAS untuk diprogramkan. Maka  Tahun 1993, turunlah 4 Paket Proyek dari Desa Lokodidi sampai Desa Umu dengan status Jalan Negara. Sekaligus turunnya Paket Proyek Air Bersih di Desa Tolau yang melayani Paleleh, Tolau dan Kuala Besar dari Departemen PU.

Ternyata, segala usaha – usaha Tokoh – tokoh Buol di Provinsi seperti proyek diusahakan Ir. Abd Karim Mbouw DES, Drs. Abd Karim Hanggi, Drs Sukarno Tarakuku dan lain – lainnya termasuk anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, ternyata masih belum bisa merubah daerah Buol menjadi baik sesuai kepentingan masyarakat.

Dengan fenomena tersebut, melecut hati saya mengundang 3 Tokoh Senior warga Buol dirumah saya yaitu Sdr. H. Ibrahim Timumun, Sdr.  Syamsudin Intam BA, dan Sdr. Is Baculu di tahun 1996, untuk mendiskusikan tentang kenyataan kondisi dan situasi buol yang memprihatinkan tersebut. Pertemuan berempat kami ini, kami katakan sebagai “PENGINISIATIF AWAL PENDIRI IKATAN KELUARGA INDONESIA BUOL ( IKIB )” , demi cita – cita berdirinya kabupaten Buol.

Diskusi – diskusi terus dilaksanakan, sehingga sekitar awal bulan Juli 1996, diskusi dipindahkan ke Aula Asrama Pelajar Mahasiswa Buol di Palu. Diskusi dihadiri tokoh senior/Pejabat Pembantu Gubernur Wilayah Barat Sulteng Bpk Ir. Abd Karim Mbouw DES, hiongga selanjutnya pindah ke kediaman beliau sekaligus jadi Sekertariat Perjuangan Penuntutan Kabupaten Buol.

Kehadiran IKIB, yang lahir melalui hasil Musyawarah Besar Rakyat Buol Se Indonesia di Leok Buol dari tanggal 3 – 5 Januari 1997, semata - mata dan utama adalah menuntut otonomi Kabupaten Buol sebagai batu loncatan untuk menciptakan kemakmuran daerah dan kesejahteraan masyarakatnya.

Dengan diresmikannya Kabupaten Buol oleh bapak Gubernur H. B. Paliudju, maka mulailah berlakunya pengelolaan Pemerintahan Daerah Buol dengan Pejabat Bupati – I bapak Ir. Abd Karim Mbouw DES. Segera melaksanakan tugas – tugas Pemerintahan, meskipun kenyataan dengan keterbatasan sarana dan prasarana baik perkantoran dan lain – lain dengan fasilitas pendukung yang sangat terbatas dan dana Pembiayaan yang sangat minim.

Harus diakui, sangat berat tantangan dan hambatan penyelenggaraan Pemerintahan saat itu. Namun, dengan tebalnya jiwa perjuangan dan pengabdian, dengan komitmen Amanah, dapatlah dilaksanakan tugas sebagaimana mestinya.

Pengurus IKIB meyakini dengan kualitas keahlian, pengalaman birokrasi dengan kepamongan, menilai bahwa Bupati – I tersebut, mampu melaksanakan tugas bahkan kedepan mampu mengadakan perubahan besar menata dan mengelola Pemerintahan Daerah Kabupaten Buol secara komprehensif.

Sayang, Allah lebih mencintai beliau, sehingga hanya 4 bulan saja memerintah. Allah memanggil beliau kehadirat-Nya pada Hari Kamis 11 Februari 2000, Jam 00.30 WITA di RS Budi Agung Palu.

Menjelang beberapa jam sebelum Bupati meninggal saya mengajak dr. Mariam Lupoyo ( Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Buol ) yang saaat itu berada di Palu, untuk menghadap Gubernur, melaporakan kondisi terakhir sakitnya Bupati Buol di RS Budi Agung Palu. Kami diterima Gubernur dari jam 15.00 – 15.30 WITA hari Rabu 10 Februari 2000, kami ingin mengetahui persiapan rencana pengganti pejabat bupati Buol agar tidak terjadi ke vakuman. Memang oleh pak Gubernur sudah dipersiapkan calon Pejabat Pengganti, namun akhirnya dibatalkan.

Saya berkoordinasi dengan Raja Buol ( Mahmud Turungku ) sebagai anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah. Disepakati dengan Raja ( yang sebelumnya ) beliau menemui kepala Biro Pemerintahan, bahwa usulan Gubernur ke Mendagri RI sekurang - kurangnya 2 orang Calon. Karena hanya dengan 1 nama saja yang diusulkan, ( Note : Nama pendamping lainnya tidak perlu disebutkan disini ), maka Gubernur meminta Surat Pernyataan Dukungan Kerajaan dan lampiran Tokoh – tokoh Masyarakat Buol.

Maka saya berusaha mendatangkan mereka ke Palu dan diinapkan di Hotel Pattimura. Setelah selesai Surat Pernyataan, dimalam hari diantar ke kediaman Gubernur, dan besok paginya langsung dibawa bapak Gubernur ke Jakarta. Tidak selang lama terbitlah Penetapan Pejabat Bupati Buol dan dilantik oleh Gubernur di Gedung Pogombo Palu.

 

Bupati Buol Drs. Abd Karim Hanggi, mulai bertugas dengan keterbatasan sarana dan prasarana hasil peninggalan Bupati – I, sudah barang tentu besar hambatan dan tantangan untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya sambil menunggu terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Buol.

 

Sesuai aturan Organisasi, saya melaksanakan Musyawarah Besar IKIB – I, dibulan Oktober tahun 2000 di Buol yang dibuka dengan resmi oleh bapak Gubernur H. B. Paliudju beserta kehadiran jajarannya dan Muspida Tingkat – I Sulawesi Tengah. Cukup meriah dan berjalan dengan sukses. Selain itu sesudah selesai resepsi Pembukaan Mubes IKIB – I, bapak Gubernur meminta supaya saya menghadap beliau di Rumah Jabatan Bupati di Leok.

Ternyata, meminta saya untuk mengabdi di Buol dan membantu Bupati Buol yang tidak pernah saya pikirkan. Sebagai bawahan, saya harus siap walau dengan berat hati meninggalkan tugas – tugas Kantor  dan Keluarga di Palu. Dengan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah untuk tugas jabatan tersebut dilaksanakan sebagai Ketua BAPPEDA Kabupaten Buol, saya dilantik Bupati Buol Tgl 3 Februari 2001.

Diawal karier saya selaku Ketua BAPPEDA, saya mendalami TUPOKSI BAPPEDA dan mengadakan penilaian data potensi ekonomi, sosial, budaya dan faktor - faktor penunjang lainnya seperti transportasi darat, laut dan udara, faktor sosiologis psikologis, serta etos kerja dan etos bisnis masyarakat. Dari situ, meramu RAPBD sebagain dasar tindak lanjut pembahasan bagi pengesahan menjadi APBD yang diharpkan bisa dilaksanakan.

Untuk mencapai hasil pembahasan RAPBD yang maksimal, harusnya diawali dengan Komitmen Amanah keterpanggilan yang saling bersinergi antara Eksekutif dan Legislatif serta semata – mata tanggung jawab bersama agar aktualisasi Pelaksanaan Pembangunan bisa tercapai bagi kemakmuran dan kemajuan daerah tercipta sebagaimana mestinya.Kendala – kendala proses bersinergi antara Panitia Anggaran Eksekutif dan Legislatif, kadang – kadang terjadi perbedaan presepsi sehingga dari hasil inilah harus dimaklumi sejauh mana kualita APBD yang berdampak pada proses Pelaksanaan Pembangunan.

Diera kepemimpinan Bupati Drs. Abd Karim Hanggi menjelang tahun 2003, penting Penetapan Anggaran APBD lebih dititik beratkan pada Program Pemberdayaan Masyarakat dan Stakeholder sebagai pelaku Ekonomi Produksi bagi Peningkatan Produksi yang bermutu dan bersidat reproduktif dalam jumlah yang signifikan, untuk keperluan pasar daerah sekitar/luar daerah, agar peningkatan pendapatan masyarakat dapat bertambah.

Diperlukan komitmen yang amanah bagi tertib kemitraan Eksekutif dan Legislatif, terutama dalam pembahasan Dokumen Rancangan RAPBD menjadi APBD yang Visioner, Rasional dan Aplikatif.

Sebagai contoh di Era menghadapi Pasar Bebas Terbatas ASEAN ( AFTA 2003-2013 ) yang efektif 2005 – 2015, secara geografis letak posisi Daerah Buol sangatlah Strategis, sangat besar manfaatnya bagi pelemparan Produksi Komoditi dan Kerajinan.

Sangat disayangkan darah kita tidak mampu berpartisipasi dalam konteks Perdagangan tersebut. Padahal, sekiranya kita mampu berpartisipasi, maka berikutnya memasuki Pasar Bebas MEA ( Masyarakat Ekonomi Asia Pasific ) setelah 2015 daerah Buol diprediksi dapat dikualifikasi sebagai Daerah yang cukup menuju Daerah Maju.

Di Era ini, dengan telah dibebaskannya oleh Pemerintah Daerah Lahan Perkantoran di Area Desa Kali sampai dengan Gunung Kali sekitar 100 Ha lebih, untuk kepentingan Kawasan Perkantoran, namun tidak terlaksana karena Kurang Keberanian, padahal desain Perencanaan Gedung Perkantoran sudah tersedia. Sayang momentum yang baik ini tidak dapat tercipta karena itu 7 tahun pemerintahan Bupati Ke - II tidak mampu membangun perkantoran sekalipun sifatnya Multiyears.

Di Era Bupati Ke-III Amran Batalipu, SE. bisa menciptakan gedung perkantoran seperti Kantor Bupati, DPRD dan Perkantoran Dinas/Badan. Sayang, lokasi yang sudah dibebaskan tidak dimanfaatkan, namun dengan terciptanya perkantoran perlu mendapatkan apresiasi. Hanya saja, komitmen untuk realisasi Produksi Komoditi bagi kepentingan Perdagangan Bebas Terbatas ASEAN ( 2005 – 2015 ) belum mampu tercipta akibat APBD yang belum mendukung. Perlu di apresiasi dalam melaksanakan proyek APBD, baik kontruksi dan lain – lain, banyak melibatkan pengusaha lokal, yang berdampak normalnya peredaran Uang di Daerah, sebagai salah satu solusi daya beli masyarakat meningkat.

Menjelang berakhirnya kepemimpinan Era Bupati Amran Batalipu, S.E, seyogyanya masih berpeluang untuk mengemban periode ke – II, sepertinya Allah menentukan lain. 

Karena sebagian masyarakat ingin pembaharuan terjadi kepemimpinan Kabupaten Buol yang berkesinambungan, dengan harapan hanya terjadi estafet setiap satu masa jabatan kecuali dianggap sangat berhasil secara fenomenal, maka tanpa tendensi dan kepentingan pribadi, meski ujung – ujungnya penuh janji dengan proyek bencana alam, saya mengambil peran alternatif pimpinan periode berikut saudara dr. Amirudin Rauf Sp.OG.

Dimulai dengan membujuk beberapa kali, dan menyahuti saran dari bapak Drs. Abd Karim Hanggi (Ketua Hanura Sulteng) agar dapat dukungan dari Partai Hanura, menyarankan kepada dr. Amirudin Rauf Sp.OG, supaya dapat di dampingi saya untuk mengadakan sosialisasi di Kabupaten Buol, sehubungan mendongkrak Elektabilitas. Sekitar lima kali pulang pergi Palu-Buol, sosialisasi ke Kecamatan-kecamatan relatif cukup mengembirakan sekalipun cukup banyak masyarakat yang kurang respek menerima.

Partai PKB pertama mendukung karena faktor Dr. Syamsudin Koloi dengan deklarasi di Hotel Wisata Buol. Dengan dukungan Hanura dan Gerindra, pasangan calon dr. Amirudin Rauf Sp.OG dengan Dr. Syamsudin Koloi telah memenuhi syarat. Selanjutnya usaha saya turut membantu kampanye, dengan hasil pemilihan ditetapkan sebagai pemenang.

Pada Era kepemimpinan Bupati Ke – IV dr. Amirudin Rauf Sp.OG sesungguhnya adalah momentum yang signifikan, berhubung perkantoran sudah tersedia. Karena itu, harusnya lebih menitik beratkan pada sektor ekonomi produksi, karena begitu pentingnya pelipatgandaan produksi Hulu dengan kesiapan Hilir mengakomodir dan merencanakan strategi pelemparan produksi, maka pendapatan bisa bertambah.

Mengapa kesiapan produksi yang bermutu dengan jumlah yang besar dan berkesinambungan untuk menjadi titik perhatian yang maksimal ?, semata – mata karena peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat serta stakeholder demi untuk meningkatkan pendapatan Daerah, dalam hal ini menciptakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai syarat mutlak berdirinya Kabupaten Otonomi.

Ironis memang, produksi Perkebunan yang dianggap sebagai primadona hasilnya belum mendukung. Demikian juga berlaku untuk peternakan dan lain-lain, sepertinya hanya sebagai uji coba yang kurang matang di programkan. Pekerjaan infrastruktur Jalan, kurang proposional dan kurang efisien.

Membangun jalan dengan Hot Mix (HRS), tidak berdasarkan kepentingan kapasitas arus lalulintas, berdampak pemborosan. Pekerjaan Jalan dilaksanakan lebih banyak seperti Proyek Paket Monopoli pengusaha besar, kurang memperdayakan kontraktor lokal akibatnya Uang dibawa keluar daerah, kurang beredar dalam Daerah.

Kalau selama ini, menjelang 25 tahun Kabupaten Buol, dapat diciptakan pemberdayaan masyarakat secara maksimal untuk berproduksi barang Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, Bahan Galian, Kerajinan/Home Industri dan lainnya. Bahkan perlu investasi skala sedang hingga besar komoditi lainnya dalam rangka penyerapan tenaga kerja, baik produksi perdagangan antar pulau eksport maupun konsumsi dalam daerah, otomatis daerah akan memperoleh penghasilan pendapatan hasil Daerah melalui Pajak/Retribusi Daerah maupun non pajak, sekaligus pajak Negara yang semakin meningkat masyarakat pun akan semakin sejahtera.

Menjelang 25 Tahun Kabupaten Buol, PAD dari tahun ke tahun sangatlah merangkak yang hanya kisaran 9 – 10 Milyar saja, seingga Daerah ini dapat di anggap tidak mampu meningkatkan PAD, sebagai tolak ukur kewajiban dan keharusan untuk menyelenggarakan Pemerintahan Daerah yang baik bagi kepentingan peningkatan kehidupan masyarakat sebagai komitmen Pemerintah.

Kalau pemimpin amanah dan mampu mensejahterakan serta meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan pendapatan yang relatif tinggi, selain kewajiban dan tanggung jawab Pimpinan melaksanakan perintah UU, dampakmya pula putra putri mereka dapat melanjutkan studi, bukan hanya di Palu atau Gorontalo, bahkan bisa Kepulau Jawa ataupun ke Luar Negeri.

10 Tahun disia siakan dengan PAD terus merangkak tanpa terobosan, sebagai kerugian Daerah. Sekurang-kurangnya PAD pada kisaran 35 - 40 Milyar per Tahunnya, asalkan semua Sektor dapat digerakkan secara simultan berkontribusi, demikian seterusnya semakin meningkat.

Menjelang 25 Tahun berdirinya Kabupaten Buol, barangkali sudah waktunya – walau sudah sangat terlambat – mengetuk HATI para Pemimpin Eksekutif maupun seluruh anggota Legislatif, MENYADARI JASA PARA PEJUANG PENUNTUT KABUPATEN, berhubung bahwa Kabupaten Buol tidak serta merta turun dari langit, yang selama ini di nikmati.

Buol/Toli-toli saja, tidak selang lama memberikan penghargaan kepada para pejuang penuntut Kabupaten Buol/Toli-toli, yang setiap tahun generasinya menghadiri ulang tahun Daerah tersebut.

Karena itu, dalam rangka menghadapi PILKADA yang akan datang, maka untuk memimpin dan meningkatkan ketertinggalan Daerah demi kemakmuran, beberapa kriteria yang diperlukan bagi setiap Calon minimal sebagai Berikut :

1. Mempunyai sikap mental dan perilaku Keteladanan, sifat Negarawan tidak berprilaku Feodal maupun Neo Feodal dan bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Finansial bukan segalanya, perlu kesadaran masyarakat pemilih demi kemajuan Daerah.

3. Setiap calon, harus mempunyai VISI MISI, yang menyadari sebab – sebab Daerah Buol mengapa belum bisa maju.

4. Kemajuan suatu Daerah, sangatlah tergantung kepada pemimpinnya. Karena itu Pemimpin harus punya naluri Amanah, Semangat Patriorik, Kepamongan, Pengayoman, Motivator, Visioner, Karismatik dan Panutan serta pengetahuan sebagai tuntutan manajemen modern.

5. Sangat perlu diharapkan, demi koprehensif penyelenggaraan Pemerintahan dan sebagai pemerintahan transparan, seyogyanya Daerah dapat membentuk Tim Pendamping Ahli bagi Eksekutif maupun Legislatif sebagaimana Daerah - daerah Lainnya.

buol
Rahmat Salakea

Rahmat Salakea

Artikel Sebelumnya

DPRD BUOL Bahas Kebijakan Umum Perubahan...

Artikel Berikutnya

Jelang Pendaftaran Calon Bupati dan Calon...

Berita terkait